Jumat, 16 April 2010

HERMEN

.

PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA
JEMAAT YANG TERKENA RPP
(Menikah Tidak Di Berkati Gereja)
======================
I Pendahuluan
Kehidupan muda/mudi dewasa ini secara umum merupakan fenomena yang penting untuk di cermati karena dari kehidupan muda/i banyak sekali hal yang di soroti dan dikaji terutama dalam hal yang menyangkut pernikahan kaum muda. Nikah merupakan suatu ketetapan yang diberikan Allah kepada manusia dan pernikahan merupakan lembaga tertua berdasarkan kesaksian Alkitab (Kej 2:24; Mat 19:3) disitu dikatakan bahwa Allah menghendaki supaya laki-laki dan Perempuan yang diciptakan menurut gambarNya hidup sebagai pasangan suami istri.
Nikah merupakan aspek kembar dimana pada satu pihak ia merupakan hubungan antara suami-istri yang diatur dan disahkan oleh hukum. Pada pihak lain ia adalah suatu hubungan yang didasarkan atas penetapan atau peraturan Allah. Hubungan yang akhir ini menurut iman Kristen lebih dahulu dari pada pengaturan dan pengesahan yuridisnya. Jika kita bertanya apakah maksud dari Nikah merupakan ketetapan dan peraturan Allah? Maksudnya ialah hendak mengatakan bahwa nikah adalah suatu pemberian Allah kepada manusia. Perkataan ini adalah suatu penyataan iman .
Pernikahan sangat sakral dan kudus sebab yang memberikan pernikahan itu adalah Kudus, manusia merupakan mandataris Allah di dunia ini yang bertugas untuk melangsungkan hidup yang sesuai dan berkenan dengan perintah Allah, hal ini dinyatakan untuk menggenapi apa yang tertulis dalam Kej 1:26-30 yaitu untuk beranak cucu, berkuasa, menaklukkan bumi dan menguasai segala yang diciptakan Allah .
Kuasa itu diberikan kepada manusia bukan untuk diri dan kepentingan sendiri, tetapi untuk keselamatan mahluk-mahluk yang lain, sama seperti yang dibuat oleh Allah yaitu memelihara, melindungi dan menyelamatkan mahluk-mahluk itu .
Tanggung jawab manusia sebagai mahluk yang diciptakan menurut gambar Allah bukan hanya terbatas mencakup juga tanggung jawa terhadap sesama manusia dan terhadap sesama manusia dan terhadp mahluk-mahluk yang lain, namun karena perbuatan manusia yang jatuh ke dalam dosa maka manusia mengalami kesusahan dalam hidupnya, semua itu karena melanggar ketetapan Allah, manusia menjadi merasa bersalah dan dalam kehidupannya penderitaan semakin nyata, rasa bersalah inilah yang penting untuk di kembalikan sebagai tugas bagi pendampingan pastoral, termasuk bagi orang yang menderita akibat tidak diberkati gereja karena melanggar aturan yang berlaku di gereja dan melanggar kesucian pernikahan secara khusus dalam gereja HKBP.
II Analisis Masalah
Menikah tidak diberkati gereja? Kenapa rupanya? Yang pasti gereja yang hidup adalah gereja yang membuat landasa ajarannya terhadap Alkitab, kedua sakramen, aturan-peraturan dan siasat gereja, jika melanggar perangkat-perangkat ini tentu gereja akan memberikan sanksi terhadap warganya yang melanggar aturan atau siasat itu, tak dapat disangkal sebagai gereja yang merupakan perwujutan tubuh kristus, maka yang diperbolehkan untuk memebrkati dan memberikan berkat adalah Kristus, dimana gereja merupakan perwujutanNya di dunia ini jadi yang tidak mendengar dan menaati aturan kristus sepantasnyalah dia mendapat ganjaran atas perbuatannya.

Dengan demikian siasat gereja atau disiplin juga harus dipandang sebagai tanggung jawab orang Kristen untuk mewujudkan pemeliharaan kekudusan pernikahan . Persoalan yang muncul dalam sajian ini memang sudah jelas dimana orang yang tidak diberkati gereja akan dikenakan siast gereja, tetapi sebagi warga gereja yang sudah terkena siasat perlu juga untuk di selamatkan sebagai tugas dan misi gereja dengan pendampingan terhadap jemaat itu. Kasus dalam sajian yang juga merupakan judul adalah pendampingan pastoral terhadap orang yang tidak diberkati gereja (kena RPP) karena melangsungkan pernikahan tanpa pengetahuan gereja (dipasu-pasu raja), dalam hal ini tidak ada kaitan “pasu-pasu raja” dengan berkat Tuhan karena raja yang dimaksud juga manusia.

Dalam sajian juga dijelaskan bahwa orang yang terkena siasat gereja akan menderita dan mengakibatkan dampak seperti yang tertulis dalam halaman 6-7 dalam sajian yaitu:
- Mudah mengalami kemarahan (emosi yang berlebihan)
- Frustrasi yaitu suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi
- Menderita penyakit syaraf yaitu keadaan perasan yang lelah .

Pengertian Ruhut Parmahanion Paminsangion (RPP)
Ia ruhut parmahanion dohot paminsangoni, ima :

“Ruhut sidalanthonon laho marmahani dohot maminsang na maralo tu habadiao ni huriai, ingkon badia do huria i di portibion, ala ni si alo on do nasa dosa na niula ni ruas unang gabe pargasipan di huriai, ai marhite ruhut parmahanion dohot paminsangioni togu-togu on ma angka pardosa anggita di pauba rohana gabe mangolu ibana muse” (Hes 33:11; 1 Kor 14:26)

Adong do tolu hal siingoton ni huria laho mandalanthon RPP ima:

- “Manogu ruas asa di ingot marsihohot di holong ni Kristus
- Manjaga asa polin huhut unang rarat dosa ditonga-tonga ni huria i
- Marhite poda, jamita, poda dohot parmahanion ido palumbaon halak na naeng mardosa asa dipasiding dosai”.

Berdasarkan RPP, bahwa orang yang menikah tanpa campur tangan gereja (pasu-pasu raja) harus di kenakan siasat, tetapi dalam menjalankan siasat itu sangat perlu untuk memperhatikan yang menjadi pertimbangan dalam melayankan siasat itu seperti:
- Gembala harus mengunjungi domba yang tersesat (Joh 21:17 “Gembalakanlah domba-dombaKu)
- Sebelum menjatuhkan siasat, terlebih dahulu gereja memberi penjelasan RPP supaya tidak dianggap RPP itu merupakan hukuman dan paksaan
- Mengawasi jemaat yang kerkena RPP supaya tidak semakin jauh dari Tuhan
- Mengajari orang yang salah dalm kelakuannya termasuk orang yang tidak di berkati gereja (Mat 18:15-17)
- Sebelum menjatuhkan RPP, gembala harus melakukan pendekatan minimal 2 kali setelah itu baru di putuskan siasat melalui rapat gereja

Perbuatan yang harus di awasi RPP adalah yang bertentangan dengan 10 hukum taurat dan kasus dalam sajian adalah bertentangan dengan titah ke 7 yaitu “marlangka pilit”, hal ini bertentangan dengan kekudusan pernikahan (Mat 5:32) yaitu berzinah karena tidak melibatkan Allah dalam pernikahan itu dan hanya melakukan kehendaknya sendiri .

III Interpretasi Masalah dan Aksi Pastoral
Orang yang terkena siasat gereja biasanya akan mengalami pergumulan dalam hidupnya, bisa saja mengalami rasa bersalah bahkan mengalami tekanan bathin, perasaan emosional yang berasosiasi dengan keadaan nyata bahwa seseorang telah melanggar peraturan social, moral atau etis yang ad dalam masyarakat sekitarnya. Rasa bersalah itu menyangkut konflik, emosi yang timbul dan kontroversi fakta yang nyata dengan standar moral atau sosial, baik dalam tindakan atau pikiran, memahami pengertian ini seharusnya seorang gembala harus mampu membuat pengarahan, pengenalan masalah jemaat yang terkena siasat gereja. Masalah utama bagi orang yang terkena siasat gereja mungkin rasa bersalah pada dirinya sendiri karena menganggap telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma di tengah masyarakat.

Untuk itulah seorang pastoral harus memperhatikan pelayanannya dalam rangka pendampingan bagi klien, memang dalam sajian telah dituliskan oleh penyaji berdasarkan pendapat William A.Clebsch dan Charles R dengan lima (5) fungsi penggembalaan yaitu :

- Menyembuhkan (Healing)
- Mendukung (Sustaining)
- Membimbing (Guilding)
- Memulihkan (Recounling)
- Memelihara (Nurturing)

Namun penting juga untuk memperhatikan selain ke lima hal diatas yaitu :

- Penerimaan (Acceptrance) yaitu konselor perlu membuat suatu keadaan penerimaan maksudnya tidak menjadikan klien sebagai terdakwa tetapi sebagi seorang sahabat (Relasi)
- Memberikan (Insighting) yaitu berusaha membangun keutuhan hidupnya.
- Konselor harus mampu memberikan Pengampunan dan pendamaian (Forgiveness dan Reconcile)
- Konselor harus mampu melakukan Solution Orionted bukan problem oriented maksudnya memberikan pemecahan masalah bukan membuat usaha menemukan siapa dan apa penyebab masalah.
IV Tanggapan Terhadap Sajian Penyaji.
Ada beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan penyaji demi perbaikan sajian yaitu:
1. Apakah pernikahan itu tidak dicampuri gereja karena sesuatu hal, misalnya karena persoalan ekonomi, atau karena orang tua yang hendak menikah dalam keadaan sekarat? Sehingga pernikahan dilakukan “diatas bangke”?
2. Apakah pernikah terjadi karena orang tua kedua belah pihak tidak saling menyetujui, sehingga, kedua mempelai mengambil langkah untuk menaklukkan hati kedua orang tua mereka?
3. Soal penulisa dalam sajian ini, misalnya salah ketik, salah edit bagi pembanding bukanlah suatu hal yang penting untuk di kritisi.

Pustaka
M.Bons-Strom, Apakah Penggembalaan itu, Jakarta; BPK-GM, 1999
Theo Huijbers, Manusia Merenungkan Dirinya, Yogjakarta; Kanisius, 1987
Irwanto, Psikolog Umum (Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta; Gramedia, 1989
J.L.Ch.Abineno, Buku Katekisasi Sidi Nikah Peneguhan dan Pemberkatan, Jakarta, BPK-GM,1996
Yulia-Singgih D.G, Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, Jakarta; BPK-GM, 2002
----------------Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon di HKBP; Pearaja Tarutung; Kantor Pusat HKBP, 1987

Tidak ada komentar:

Posting Komentar